Masalah sosial
adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,
yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara
unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan
dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Pengertian masalah kesejahterahan
sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan masalah sosial.Ernest Burgess,
mengemukakan teori tentang massalah sosial dalam perkembangan sosiologi dapat
dikelompokan menjadi lima :
1. Masalah sosial sebagai patologi
organik individual.
2. Masalah sosial sebagai patologi
sosial.
3. Masalah sosial sebagai disorganisasi
personal dan sosial.
4. Masalah sosial sebagai
koonflik-konflik nilai.
5. Masalah sosial sebagai proses.
Masalah sosial
muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat
dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti
proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat
ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh
masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain
sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan
menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor
Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran,
dll.
2. Faktor Budaya
: Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis
: Penyakit menular, keracunan makanan,
dsb.
4. Faktor Psikologis
: penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
1. Faktor Ekonomi
Faktor ini merupakan faktor terbesar
terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai
terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit
mencari pekerjaan.
2. Faktor Budaya
Kenakalan remaja menjadi masalah sosial
yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba
hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset
terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun
sejak dahulu.
3. Faktor Biologis
Penyakit menular bisa menimbulkan
masalah sosial bila penyakit tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau
menjadi pandemik.
4. Faktor Psikologis
Aliran sesat sudah banyak terjadi di
Indonesia dan meresahkan masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap
dan dibubarkan tapi aliran serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai
saat ini.
Di Indonesia sendiri terjadi banyak
masalah social yang tidak kunjung terselesaikan, salah satunya adalah masalah
kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk
miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen
atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom
yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.
Perhatian
pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat
lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997.
Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di
Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan
jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.
Bahkan,
berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada
tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I)
pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di
Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesia.
Pada dasarnya
ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan
selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang
miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program
jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit
menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk
pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.
Program-program bantuan yang berorientasi pada
kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku
masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih
difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan
ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program
bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Hal ini
lah yang menjadi penyebab lambannya pengetasan kemiskinan di Indonesia.sumber